Indonesia sudah punya nahkoda baru: Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden dan Jusuf Kalla (JK) sebagai Wakil Presiden. Kita berharap, nahkoda baru ini bisa memimpin Indonesia dalam melalui samudera perjuangan yang penuh tantangan dan rintangan.
Yang menarik, saat menyampaikan pidato pertamanya sebagai Presiden usai pelantikannya di gedung DPR-MPR-RI, Senin (20/10/2014), Jokowi kembali menyinggung tugas sejarah kita sebagai sebuah bangsa, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Di sini ada beberapa hal yang patut dicatat. Pertama, Jokowi menyebut perjuangan mewujudkan cita-cita Trisakti sebagai tugas sejarah. Artinya, ia sadar bahwa perjuangan mewujudkan cita-cita Trisakti adalah bagian dari tugas revolusi nasional yang belum selesai. Dan pemerintahan Jokowi-JK berkehendak memikul tugas sejarah tersebut.
Kedua, dengan menyampaikan keinginan memperjuangkan Trisakti pada pidato pertamanya sebagai Presiden, apalagi di bagian pembuka pidatonya, Jokowi kembali menegaskan bahwa visi besar yang dihendak diperjuangkan pemerintahannya adalah mewujudkan Trisakti.
Ketiga, Dalam pidato yang berdurasi 11 menit itu, Jokowi menyebut tiga modal utama untuk memperjuangkan cita-cita Trisakti tersebut, yakni persatuan nasional, gotong-royong, dan kerja keras. Dan menariknya lagi, tiga hal itu diserukan kepada sektor sosial rakyat Indonesia: nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional.
Pidato pertama Jokowi tersebut benar-benar menyerbukkan optimisme kita sebagai sebuah bangsa, bahwa hari-hari esok adalah hari-hari perjuangan bersama dan bahu-membahu antara pemerintah dan rakyatnya dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan nasional: berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.
Karena itu, agar optimisme tak lekas layu, kita perlu mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk melakukan beberapa langkah berikut:
Pertama, memastikan pemerintahan Jokowi-JK, termasuk kabinet hingga jajaran dibawahnya, benar-benar bersih dari unsur atau kekuatan yang berhaluan neoliberal dan elit politik bermental komprador.
Kita mau mengingatkan, bahwa Jokowi-JK bukan hanya butuh orang-orang bersih dan bebas dari kejahatan HAM di masa lalu, tetapi juga benar-benar bersih dari cara pandang neoliberal dan mental komprador. Hal ini penting untuk memastikan pemerintahan kedepan dan segenap aparatusnya benar-benar bekerja untuk mewujudkan cita-cita Trisakti.
Kedua, memulihkan kembali semangat dan jiwa konstitusi kita, yakni UUD 1945, sesuai dengan semangat dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kita tahu, setelah mengalami amandemen sebanyak empat kali, UUD 1945 telah kehilangan elang progressif dan anti-kolonialnya.
Pemerintahan baru perlu menyusun kembali konsitusi kita. Tentu saja, basis landasannya adalah UUD 1945 (asli) dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Kemudian ditambahi dengan klausul yang mengatur secara detail mengenai hak-hak dasar rakyat di lapangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya; model negara dan bentuk pemerintahan yang berbasiskan kedaulatan rakyat; model penyelenggaraan ekonomi yang berdikari dan berbasiskan usaha bersama berdasarkan kekeluarga; pertahanan keamanan nasional yang berbasiskan pertahanan rakyat semesta; dan lain-lain.
Penyusunan kembali konstitusi ini penting untuk memberi kerangka legal-formal bagi pemerintahan Jokowi-JK dalam memperjuangkan cita-cita Trisakti dan memajukan kesejahteraan rakyat. Bagi kami, sebuah aksi politik yang dipagari oleh konstitusi akan lebih mudah meraih dukungan atau konsensus dengan berbagai sektor sosial yang ada di tengah rakyat Indonesia.
Ketiga, memperjuangkan penghapusan semua Undang-Undang dan produk hukum yang selama ini menjadi payung pelaksanaan berbagai agenda neoliberalisme di Indonesia. Penghapusan UU pro-neoliberal ini merupakan langkah selanjutnya setelah memperkuat kembali Konstitusi kita.
Keempat, menciptakan ruang seluas-luasnya bagi partisipasi dan mobilisasi politik massa rakyat. Kita harus sadar, sebuah pemerintahan yang punya cita-cita progressif, yang benar-benar merombak struktur ekonomi, politik, dan sosial-budaya agar lebih memihak rakyat banyak, harus pula dipagari dan dikawal oleh gerakan rakyat. Di sini, gerakan rakyat bukan hanya sebagai basis sosial untuk memberi kekuatan kepada pemerintah, tetapi juga sekaligus harus berani melancarkan tekanan terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan aparatusnya.
Dalam konteks ini, Jokowi punya modal besar. Sejak masa pencalonannya hingga proses pelantikannya sebagai Presiden kemarin, Ia selalu bergandengan dengan antusiasme massa yang besar. Bagi kami, Jokowi harus mengubah kecintaan para massa pendukungnya menjadi organisasi-organisasi rakyat: serikat buruh, serikat petani, serikat rakyat miskin, serikat pemuda, serikat pekerja seni, dan lain-lain. Organisasi-organisasi rakyat inilah yang akan menjadi basis kekuatan pemerintahan Jokowi-JK dalam memperjuangkan Trisakti.
Sumber : Berdikari Online
Yang menarik, saat menyampaikan pidato pertamanya sebagai Presiden usai pelantikannya di gedung DPR-MPR-RI, Senin (20/10/2014), Jokowi kembali menyinggung tugas sejarah kita sebagai sebuah bangsa, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Di sini ada beberapa hal yang patut dicatat. Pertama, Jokowi menyebut perjuangan mewujudkan cita-cita Trisakti sebagai tugas sejarah. Artinya, ia sadar bahwa perjuangan mewujudkan cita-cita Trisakti adalah bagian dari tugas revolusi nasional yang belum selesai. Dan pemerintahan Jokowi-JK berkehendak memikul tugas sejarah tersebut.
Kedua, dengan menyampaikan keinginan memperjuangkan Trisakti pada pidato pertamanya sebagai Presiden, apalagi di bagian pembuka pidatonya, Jokowi kembali menegaskan bahwa visi besar yang dihendak diperjuangkan pemerintahannya adalah mewujudkan Trisakti.
Ketiga, Dalam pidato yang berdurasi 11 menit itu, Jokowi menyebut tiga modal utama untuk memperjuangkan cita-cita Trisakti tersebut, yakni persatuan nasional, gotong-royong, dan kerja keras. Dan menariknya lagi, tiga hal itu diserukan kepada sektor sosial rakyat Indonesia: nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional.
Pidato pertama Jokowi tersebut benar-benar menyerbukkan optimisme kita sebagai sebuah bangsa, bahwa hari-hari esok adalah hari-hari perjuangan bersama dan bahu-membahu antara pemerintah dan rakyatnya dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan nasional: berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya.
Karena itu, agar optimisme tak lekas layu, kita perlu mendesak pemerintahan Jokowi-JK untuk melakukan beberapa langkah berikut:
Pertama, memastikan pemerintahan Jokowi-JK, termasuk kabinet hingga jajaran dibawahnya, benar-benar bersih dari unsur atau kekuatan yang berhaluan neoliberal dan elit politik bermental komprador.
Kita mau mengingatkan, bahwa Jokowi-JK bukan hanya butuh orang-orang bersih dan bebas dari kejahatan HAM di masa lalu, tetapi juga benar-benar bersih dari cara pandang neoliberal dan mental komprador. Hal ini penting untuk memastikan pemerintahan kedepan dan segenap aparatusnya benar-benar bekerja untuk mewujudkan cita-cita Trisakti.
Kedua, memulihkan kembali semangat dan jiwa konstitusi kita, yakni UUD 1945, sesuai dengan semangat dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kita tahu, setelah mengalami amandemen sebanyak empat kali, UUD 1945 telah kehilangan elang progressif dan anti-kolonialnya.
Pemerintahan baru perlu menyusun kembali konsitusi kita. Tentu saja, basis landasannya adalah UUD 1945 (asli) dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Kemudian ditambahi dengan klausul yang mengatur secara detail mengenai hak-hak dasar rakyat di lapangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya; model negara dan bentuk pemerintahan yang berbasiskan kedaulatan rakyat; model penyelenggaraan ekonomi yang berdikari dan berbasiskan usaha bersama berdasarkan kekeluarga; pertahanan keamanan nasional yang berbasiskan pertahanan rakyat semesta; dan lain-lain.
Penyusunan kembali konstitusi ini penting untuk memberi kerangka legal-formal bagi pemerintahan Jokowi-JK dalam memperjuangkan cita-cita Trisakti dan memajukan kesejahteraan rakyat. Bagi kami, sebuah aksi politik yang dipagari oleh konstitusi akan lebih mudah meraih dukungan atau konsensus dengan berbagai sektor sosial yang ada di tengah rakyat Indonesia.
Ketiga, memperjuangkan penghapusan semua Undang-Undang dan produk hukum yang selama ini menjadi payung pelaksanaan berbagai agenda neoliberalisme di Indonesia. Penghapusan UU pro-neoliberal ini merupakan langkah selanjutnya setelah memperkuat kembali Konstitusi kita.
Keempat, menciptakan ruang seluas-luasnya bagi partisipasi dan mobilisasi politik massa rakyat. Kita harus sadar, sebuah pemerintahan yang punya cita-cita progressif, yang benar-benar merombak struktur ekonomi, politik, dan sosial-budaya agar lebih memihak rakyat banyak, harus pula dipagari dan dikawal oleh gerakan rakyat. Di sini, gerakan rakyat bukan hanya sebagai basis sosial untuk memberi kekuatan kepada pemerintah, tetapi juga sekaligus harus berani melancarkan tekanan terhadap berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah dan aparatusnya.
Dalam konteks ini, Jokowi punya modal besar. Sejak masa pencalonannya hingga proses pelantikannya sebagai Presiden kemarin, Ia selalu bergandengan dengan antusiasme massa yang besar. Bagi kami, Jokowi harus mengubah kecintaan para massa pendukungnya menjadi organisasi-organisasi rakyat: serikat buruh, serikat petani, serikat rakyat miskin, serikat pemuda, serikat pekerja seni, dan lain-lain. Organisasi-organisasi rakyat inilah yang akan menjadi basis kekuatan pemerintahan Jokowi-JK dalam memperjuangkan Trisakti.
Sumber : Berdikari Online